Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA., Rektor, Dwijendra University, Ketua DPD HKTI Bali, Ketua Perhepi Bali
DENPASAR - Kegiatan pertanian tidak dapat dilepaskan dengan kondisi alam di mana pertanian tersebut dilakukan. Meskipun kondisi cuaca dapat diprediksi oleh BMKG tetapi bencana alam tidak ada yang mampu untuk menduganya dan selalu akan hadir serta memberikan dampak dan bahkan ancaman bagi umat manusia termasuk kegiatan Bertani.
Pemerintah telah menginformasikan ke masyarakat bahwa saat ini yaitu 2023 akan terjadi El Nino, dan bahakn BMKG telah menyebutkan bula-bulan akan datangnya El Nino tersebut. Namun, ternyata dalam beberapa hari ini telah turun hujan dengan intensitas sangat tinggi di beberapa daerah dan mengakibatkan banjir yang merusak lahan-lahan pertanian.
Kondisi ini sangat mempengaruhi proses produksi pertanian, khususnya pangan di Bali. Hujan dengan intensitas tinggi dan disertai banjir serta angin kencang telah menyebabkan para petani sebagai produsen memperoleh dampak negatifnya seperti gagal panen dan termasuk gagal bertanam juga sehingga jumlah produksi pangan yang dihasilkan menurun dan tidak seimbang dengan kebutuhan pangan oleh masyarakat.
Baca juga:
Menggali Laba dari Bertani Pala
|
Upaya untuk mengatasi dan mengambil langkah antisipatif harus dilakukan. Lalu, siapa yang perlu mengambil langkah-langkah mengatasi dan mengantisipasi bencana-bencana berikutnya guna meminimalkan dampak yang buruk bagi petani dan masyarakat lainnya serta alam.
Jika El Nino yang dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya bencana kekeringan yang relatif panjang, tetapi fakta yang terjadi adalah banjir akibat curah hujan yang sangat tinggi, maka sangat mutlak diperlukan penanganannya.
Oleh karena itu, selain BMKG selaku institusi yang memiliki kapasitas dan kewenangan terhadap prediksi cuaca, maka lembaga pemerintah lainnya juga diharapkan dapat mengatasi dan mengantisipasinya.
Para petani tidak dapat diandalkan untuk melakukan upaya menghadapi masalahnya sendiri karena mereka pasti tidak mampu, walaupun mereka telah memiliki pengalaman yang sangat panjang dalam menghadapi dan mengatasi krisis kekeringan sejak bertahun-tahun.
Mengingat para petani sebagai pejuang utama dalam proses produksi, maka mereka wajib dilindungi oleh pemerintah apalagi telah secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
" Pertanyaannya, siapa yang melindungi petani dalam situasi bencana alam tersebut "
" Apakah sudah terimplementasi pasal-pasal yang terkadung di dalam undang-undang tersebut, " tekan Gede Sedana.
Upaya perlindungan petani juga tersirat adanya kangkah antisipasi dalam menghadapi berbagai masalah yang sangat sulit diduga dan mengakibatkan keterpurukan para petani.
Dalam aspek pembangunan pertanian, khususnya pangan, pemerintah perlu memiliki peran yang lebih intensif lagi, yaitu tidak semata-mata seperti pemadam kebakaran, namun lebih pada kegiatan yang antisipatif, seperti early warning di tingkat petani, yaitu pendekatan dekteksi dini.
Hal ini sangat penting dilakukan guna dapat mengantisipasi dampak yang akan terjadi sehingga tidak menimbulkan kepanikan dalam menghadapi anomali iklim tersebut, apalagi sampai mengganggu proses produksi pangan di tingkat petani.
Upaya antisipasi dan pencegahan serta mitigasi dapat dilakukan misalnya dengan menyiapkan peta-peta wilayah yang rawan bencana. Selain itu, penyediaan lumbung pangan menjadi salah satu alternatif untuk menjaga ketersediaan pangan di masyarakat. Sedangkan pada tingkat petani sangat dibutuhkan adanya upaya perlindungan dan pemberdayaan, seperti informasi rawan bencana, penyediaan teknologi budidaya pertanian pangan yang diawali dari pilihan benih atau bibit dan cara bercocok tanam yang baik dan benar atau good agricultural practices melalui penyuluhan-penyuluhan.
Pendampingan dalam pemberdayaan para petani melalui subak atau kelompoknya dapat semakin ditingkatkan intensitasnya dalam menghadapi kondisi bencana alam. Harapannya adalah petani dapat berusahatani dengan tenang karena pemerintah menjamin perlindungannya jika terjadi bencana alam.
Pemerintah Pusat dan Daerah dapat saling bersinergi dalam mengantisipasi dan mengatasi bencana alam guna menjamin ketersediaan pangan. Salam tani Makmur dan selalu mendukung terwujudnya pembangunan pertanian, khususnya produksi pangan di Bali. (Tim)